Menghormati semua orang tentu saja menjadi hal yang perlu untuk dilakukan bahkan beberapa norma memaksa demikian.
Namun terkadang norma seputar sopan santun yang berada di dekat kita malah seringkali membelenggu kebebasan dalam berekspresi.
Sebenarnya yang perlu disadari bahwa sistem normatif yang ada pada masyarakat kita berasal dari budaya leluhur yang tentu saja semakin sulit diterapkan generasi muda sekarang.
Beraneka ragam budaya tentu saja mengajarkan tentang nilai sopan santun dan cara menghormati orang.
Di sejumlah wilayah di Asia budaya untuk menghormati seseorang sekaligus menyapa adalah dengan cara berjabat tangan dan membungkukkan badan.
Di Jawa sendiri etika berjabat tangan dengan orang yang dihormati pun juga unik dan memiliki filosofi mendalam, sebagai contoh adalah dengan menempelkan tangan kanan ke bagian dada saat selesai bersalaman.
Di Jepang, etika menyapa seseorang adalah dengan membungkukkan badan dimana hal tersebut juga untuk menghormati orang yang ada di depannya. Kurang lebih sama dengan budaya Barat dimana pada saat seorang pria mengajak dansa dengan seorang wanita biasanya juga dengan membungkukkan badan sembari melipat salah satu tangan di bagian dada. Tidak hanya itu, guna menyambut ajakan dansa si pria tersebut umumnya si wanita juga akan sedikit menekuk kakinya dan merendahkan ketinggian tubuhnya sebagai tanda mengiyakan ajakan tersebut.
Poin yang bisa dipetik adalah ternyata ada kesamaan dari ke semua bentuk sopan santun tersebut sebagai suatu komunikasi dasar yaitu dengan merendahkan diri atau berusaha mensejajarkan diri kepada orang lain.
Mungkin beberapa orang menganggap beberapa cara seperti itu sangatlah konservatif dan kaku, namun pemikiran demikian harusnya dilakukan secara terbalik.
Menghormati orang lain dengan beberapa cara tersebut merupakan cara yang paling mudah dilakukan tanpa meninggalkan aspek budaya. Tentu saja tidak melupakan senyum sebagai jendela dunia dimana dengan memasang raut senyum kepada orang lain maka ia akan merasa lebih dihormati dan dicintai.
Jaman sekarang untuk menyapa orang lain yang tidak kenal saja sudah menjadi barang langka. Budaya individualis yang semakin lama semakin melekat di masyarakat membuat seakan hilangnya norma-norma seperti itu.
Misalnya, pada adat Jawa, jika lewat di depan orang sepatutnya mengucapkan “nderek langkung” dengan sedikit membungkukkan badan, bukan berarti semua orang harus melakukan hal seperti itu akan tetapi nyatanya untuk menghormati dan mengatakan “permisi” saja sudah sulit untuk dilakukan.
Dalam aspek yang sedikit lebih luas, menengok hidup di perkotaan yang tidak mengenal dengan tetangga sebelah, barangkali bisa dikategorikan hal yang lucu sekaligus memprihatinkan dimana seolah seseorang tidak membutuhkan orang lain dan tidak mau tahu dengan keberadaan sosial di sekelilingnya.
Bukan tidak mungkin pula karena disibukkan dengan pekerjaan dan mencari nafkah sering kita melupakan hal-hal sepele seperti ini. Berangkat dari yang katanya sepele ini ternyata memunculkan banyak hal besar di belakangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar